Warga Resah “Tanah Terbelah”

Diduga Dampak Aktifitas Tambang Bawah Tanah

ESDM Panggil PT MMI dan PD Baramarta

Aktifitas tambang diduga menjadi sebab munculnya retakan di bekas sawah warga di Desa Rantau Bakula, Sungai Pinang, Kabupaten Banjar. Retakan dengan lebar 1 m, panjang 100 m itu, dikhawatirkan bisa memicu longsor.

Wartawan: Rudiyanto/MK

Sejumlah petani di Desa Rantau Bakula, Kecamatan Sungai Pinang resah. Keresahan ini dipicu munculnya retakan di atas permukaan tanah di lahan bekas sawah yang sudah tak lagi produktif beberapa tahun belakangan.

Menurut warga, retakan pada permukaan tanah sangat tak biasa.

Dengan lebar retakan mencapai satu meter sepanjang kurang lebih 100 meter, wajar jika warga khawatir jika hal tersebut berdampak pada longsornya tanah.

Camat Sungai Pinang, Anto Setiawan, membenarkan adanya retakan tanah di Desa Rantau Bakula telah memicu keresahan. “Berdasarkan laporan warga yang kami terima dari kepala desa, kami dari pihak kecamatan mendatangi lokasi untuk mengeceknya,” katanya saat dikonfirmasi Media Kalimantan beberapa waktu lalu.

Menurut Anto, berdasarkan hasil pantauan ke lokasi di Desa Rantau Bakula, lebar retakan sekitar 1 meter dengan panjang 100 meter. Dalam kondisi tersebut, permukaan tanah tak ubahnya terbelah.

Dugaan warga, kata Anto, terbelahnya tanah di lahan persawahan milik warga ini dampak penambangan batu bara yang dilakukan PT Merge Mining yang menerapkan sistem tambang bawah tanah (underground).

Menjadi cukup masuk akal retakan disebabkan aktifitas penambangan batu bara, karena menurut Anto beberapa ratus meter dari lokasi tanah yang terbelah, berlangsung aktifitas penambangan. “Sekitar setengah kilometer dari lokasi tanah yang retak adalah lokasi tambang batu bara milik PT Merge Mining,” ujarnya.

Namun begitu, tengarai retaknya tanah dampak aktifitas penambangan batu bara, ujar Anto masih sebatas dugaan. Dan untuk memastikan kebenaaan dugaan itu, pihak Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Kalsel dan Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) Kalsel sudah mendatangi lokasi retakan.

Tentang keresahan para petani di Desa Rantau Bakula akibat aktifitas penambangan batu bara, diakui Anto bukan semata karena munculnya retakan. Karena menurutnya, air sudah lama menjadi barang langka di areal persawahan warga sejak masifnya penambangan batu bara.

“Di lokasi retakan, dulunya adalah lahan persawahan. Namun saat ini sawah kering sejak adanya aktifitas penambangan batubara. Untuk mencari solusinya, saat ini sedang dilakukan rapat forum pembakalan,” kata Anto Setiawan.

Di tempat terpisah Muhammad Amin, Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Manusia (ESDM) Provinsi Kalsel mengatakan, berdasarkan hasil turun ke lokasi belum lama tadi, ada dua perusahaan yang melakukan aktifitas penambangan di daerah tersebut. Lokasi dan kegiatan penambangan milik PT Merge Mining Industry (MMI) dengan penerapan tambang bawah tanah (underground), dan penambangan sistem open field oleh PD Baramarta.

“Dugaan kuat memang dampak aktifitas penambangan batu bara. Karena memang tidak ada aktifitas lain di daerah tersebut kecuali tambang milik PT MMI dan PD Baramarta,” ujarnya kepada Media Kalimantan.

Menindaklanjuti itu, Amin mengatakan telah memanggil kedua perusahaan tersebut. Tak hanya memanggil, kedua perusahaan diwajibkan membuat laporan detil aktifitas penambangan beserta analisis dampak terhadap terbentuknya retakan tanah.

“Kedua perusahaan diwajibkan membuat laporan dan harus selesai dalam sepekan terhitung sejak pemanggilan yang dilakukan pada Kamis pekan kemarin. Laporan yang wajib dilengkapi dengan solusi mengatasinya,” ujar Amin. (rudiyanto)

Leave a Reply