Shalat Itu mestinya Mencegah Kemunkaran

Shalat mestinya mencegah perbuatan keji dan munkar. Namun karena shalat yang dijalankan tidak sebagaimana mestinya, maka dampaknya pun tak sesuai harapan.

Wartawan : Bulkini

Agama ini (Islam), sangat tegas menyatakan sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan-perbuatan fahsya (keji) dan mungkar. Lalu, bagaimana jika sudah shalat, namun tetap saja tidak mampu mencegah perbuatan keji dan mungkar?

Drs KH Abdul Kadir Syukur Lc MAg mengatakan, di dalam Alqur’an, Allah berfirman, “Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu al Kitab (Alqur’an) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan-perbuatan fahsya’ (keji) dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

Imam Qurthubi menyebutkan, sambung Dosen IAIN Antasari ini, dalam teks ayat tersebut Allah memerintahkan kepada Nabi Muhammad SAW dan kaum Muslimin, untuk membaca Alqur’an dan berhukum dengannya. Kemudian, menegakkan shalat dengan memerhatikan waktu, wudhu, bacaan, rukuk-sujud, tasyahud, dan seluruh syarat-syarat sahnya shalat.

“Maksud shalat di situ adalah shalat wajib lima waktu yang Allah akan ampuni dosa-dosa hamba-Nya bila menegakkannya,” ujar KH Abdul Kadir Syukur Lc MAg.

Sebagaimana hadist Nabi yang dikeluarkan AtTirmidzi dari Abu Hurairah ra, Nabi SAW bersabda: Apa pendapat anda jika ada orang mandi di sungai depan anda sebanyak lima kali sehari? Apakah masih menempel di badanya itu kotoran? Jawab para Sahabat, Tidak, tidak ada lagi kotoranya (bersih betul). Jawab Nabi, itulah contoh shalat lima waktu. Allah menghapus dosa dan kesalahan-kesalahan hamba-Nya.

Abul Aliyah berkata, di dalam shalat itu ada tiga unsur penting. Yaitu ikhlas, khosyah (takut) dan dzikrullah (ingat kepada Allah). Maka, jika tiap shalat tiada ada ketiganya, tidaklah disebut shalat.

Karena dengan kandungan ikhlas akan mengajak kepada yang ma’ruf, khosy-yah akan mencegah kepada yang mungkar, dan dzikrullah akan mencakup makna mengajak ma’ruf dan mencegah mungkar.

Al Hasan berkata, “Hai anak Adam, shalat itu hanyalah mencegah keji dan munkar, jika shalatmu tidak mencegahmu dari keji dan munkar, maka sesungguhnya kamu tidak shalat. Hal itu senada dengan apa yang dikatakan Ibnu Mas’ud, Ibnu Abbas, dan al A’masy: siapa yang shalatnya tidak mencegah dari fahsya’ (keji) dan mungkar, shalatnya tidak akan menambah kecuali akan jauh dari Allah.”

“Padahal shalat adalah dalam rangka dekat kepada Allah,” ujar KH Abdul Kadir Syukur. Menurutnya, Al Maraghi sangat tegas mengingatkan, sesungguhnya Allah telah memerintahkan untuk menegakkan shalat, yaitu dengan mendatanginya secara sempurna, yang memberikan hasil setelah shalat itu pelakunya adalah mencegah perbuatan keji dan munkar, baik munkar yang nampak, maupun yang tersembunyi sebagaimana firman Allah di atas.

Maka, ujar KH Abdul Kadir Syukur, jika pengaruh itu tidak ada dalam jiwa, sesunggunya shalat yang dilakukan hanyalah bentuk gerakan dan ucapan-ucapan kosong dari ruh ibadah. Hasilnya, justru menghilangkan ketinggian dan kesempurnaan arti shalat.

Allah telah mengancam terhadap pelaku shalat dengan kecelakaan dan kehinaan seperti ini. “Dari berbagai penjelasan tersebt bisa disimpulkan, penyebab orang Islam yang masih melakukan kemaksiatan dan kemunkaran karena beberapa hal. Shalatnya tidak khusyuk.”

Padahal Allah telah mewanti, dirikanlah shalat untuk mengingatNya. Sementara sebagian dari kita masih mengingat selain Allah ketika shalat. Ketidak khusyukan tersebut dikarenakan tergila-gila dengan kesibukan dunia. “Akhirnya, dalam shalat pun masih memikirkan pekerjaan,” ungkap KH Abdul Kadir.

Kekeliruan kedua, ujar KH Abdul Kadir, bagi mereka shalat hanya dimaknai sebagai pemenuhan kewajiban ritual semata. Hal ini dikarenakan tidak memahami makna dan tujuan shalat itu. “Padahal makna dan tujuan shalat itu adalah mengingat Allah SWT dan mendakatkan diri kepada-Nya,” jelasnya.

Ketiga, ujar KH Abdul Kadir, shalat dilakukan bukan didasari keimanan. Melainkan pengaruh dari luar. Misalnya, ikut-ikutan, atau ingin dikatakan sebagai orang shaleh, dan sebagainya.

KH Abdul Kadir pun menyimpulkan, dampak dari kekeliruan dalam menjalankan shalat tersebut adalah maksiat dan kemunkaran tetap nampak dalam kehidupannya. Dengan kata lain, shalat terus, maksiat jalan. Orang yang seperti inilah, ujar dia, yang dikatakan di dalam Alqur’an, “Maka celakalah bagi orang-orang yang shalat, yaitu orang-orang yang lalai dari shalatnya.”

Ibadah shalat merupakan ajaran Ilahi yang telah diajarkan sejak dini pada umat Islam. Namun boleh jadi belum ada peningkatan kualitas pengamalan shalat yang signifikan, baik dari segi kualitas kekhusyukan, niat, kesadaran, atau bahkan dalam pengamalannya dalam kehidupan nyata.

Shalat merupakan kombinasi fisik, ucapan dan fikiran secara khusuk yang tertuju kepada yang maha satu, Sang Khalik, Allah SWT, sehingga mushalli (pelaku shalat) dapat benar-benar mencegah diri dari perbuatan keji dan munkar.

Untuk itu, mantan Kepala KUA Banjarmasin Tengah ini mengajak merenungkan shalat yang diperbuat selama ini. Jika terdapat kekurangan, ya diperbaiki. Yakni, shalat dengan mengingat Allah. “Jangan memikirkan sesuatu selain Allah ketika shalat. Jika, terlintas hal lain dalam pikiran, cepat kembalikan untuk mengingat Allah,” kataya.

Kunci untuk dapat kehusyuk shalat itu, menurut KH Abdul Kadir Syukur, di antaranya memahami makna dari bacaan-bacaan shalat. “Terakhir, lakukan shalat dengan dorongan iman, bukan dorongan yang lain.”

Aplikasi shalat memang tidak hanya ritual. Sebab banyak orang Islam yang rutin melakukan shalat, namun korupsi jalan terus, dan maksiat lainnya makin merajalela.

Ironis. Di sisi lain, ia pun berbuat kemunkaran seperti korupsi. “Semoga shalat yang kita lakukan mampu mencegah kita dari terjerumus dalam perbuatan keji dan munkar. Semoga kita menjadi orang-orang yang istiqamah dalam shalat sampai akhir hayat,” pungkasnya.()