Banjarmasin Libatkan Masyarakat dalam Wisata Air
BANJARMASIN, MK- Banjarmasin sebagai “Kota Air” terus bersolek agar menarik sebagai kota tujuan wisatawan. Kunjungan ke kota ini pun mulai terasa peningkatannya. Terutama pada wisata susur sungainya.
SIRING BANJARMASIN: Suasana di pinggiran sungai kawasan siring Kota Banjarmasin yang semakin menarik minat wisatawan.
Data yang dihimpun dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Banjarmasin dalam satu bulan (Desember 2016 – Januari 2017) terdata 61.307 wisatawan yang memakai jasa kelotok Wisata Susur Sungai dari armada Piere Tandean Sungai Martapura. Artinya, dalam seminggu ada sekitar 27.800 orang baik itu pendatang maupun masyarakat lokal yang memutar ekonomi pariwisata di satu titik tersebut.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Banjarmasin Ihksan El Haque kepada Media Kalimantan memaparkan, kegiatan bekelotok dari menara pandang dan patung bekantan, menjadi daya tarik yang mudah, murah, dan menyenangkan.
“Wisata susur sungai seperti inilah yang perlahan kita kembangkan. Tidak menutup kemungkinan nantinya ada paket full, misalnya keliling sungai di Banjar. Bahkam sebagaimana info yang dilaporkan ke dinas, tidak sedikit yang ke Pasar Terapung baik itu Lok Baintan maupun Muara Kuin,” katanya.
Menurutnya, rekreasi yang murah meriah dan menyenangkan ini akan terus dipertahankan, bahkan akan ditambah lagi Wisata Susur Sungai Full sebagai paketan. Selama ini saja, jelas Ikhsan, dinas berupaya untuk mengembangkan desa-desa yang sebenar sangat berpotensi menarik pengunjung untuk datang. Apalagi, tambahnya, Banjarmasin mempunyai wilayah dan wisata religi yang sangst berpotensi besar menciptakan ladang pendapatan bagi wilayah tersebut yang dikelola masyarakatnya.
Selama ini, ‘Karya Bersama’ merupakan komunitas kelotok angkutan objek wisata sungai yang mengkoordinir kelotok-kelotok wisata. “Perlahan ke depannya didata lagi agar membudayakan antre, menciptakan loket yang layak sebagai sarana, juga para pengunjung pun diasuransikan. H
ingga pemberdayaan wisata berbasis masyarakat seperti wilayah Sungai Bilu, Kampung Gedang, dan Pasar Lama,” sebutnya.
Dengan adanya wisata berbasis masyrakat ini, maka akan ada tanggung jawab untuk sama-sama memelihara. Diharapkan juga penataan lebih teratur, dan keuntungan tentu timbal balik tetap kepada masyarakatnya. “Tinggal lagi kreativitas dan dukungan masyarakat yang kita harapkan, juga kelompok sadar wisata,” terangnya.
Ia harapkan realisasi tersebut bisa cepat terlaksana. Dengan wisata yang berbasis masyarakat itulah, katanya, akan ada keterlibatan masyarakat. “Masyarakat menjadi bagian bukan menjadi penonton, tetapi pelaku juga. Kita juga menciptakan wirausaha baru. Dulu tidak terpikir, jadi pemerintah dalam ranah ini sebagai fasilitator, pengumpan atau pemancing saja,” pungkasnya. (ananda)