Sudah lebih dari setahun sejak kasus Covid pertama ditemukan di Indonesia. Artinya, kursus pembelajaran jarak jauh (PJJ) telah dilaksanakan lebih dari satu tahun. Anda tidak bisa lagi melihat kebisingan anak-anak di rumah di pagi hari ketika kaus kaki mereka tidak terlihat dari samping, atau anak-anak berjalan di jalan yang tidak melihat ke kiri dan ke kanan karena takut terlambat Pergi ke sekolah, atau kegembiraannya sorakan di kelas akan mendengar bel sekolah berbunyi.
Meski sudah lebih dari setahun yang lalu, bukan berarti para siswa ini mampu
beradaptasi dengan baik dengan “kelas Covid”. Untuk beberapa anak yang beruntung, mereka menerima pelajaran online melalui “sekolah” baru mereka yaitu layar gadget. Anda masih bisa “sekolah” tanpa pergi ke sekolah. Tantangan terbesar bagi mereka adalah kebosanan dan kebosanan. Bayangkan hari-hari ketika dia bertemu dengan layar sendirian. Belajar dari layar, bermain dari layar juga.
Tak heran akhir-akhir ini ada keluhan dari para guru dan orang tua tentang
anak yang semakin enggan bersekolah online. Lain cerita dengan beberapa anak lain yang kurang beruntung dalam hal ini. Anak-anak ini adalah orang-orang yang dekat dengan mereka yang tidak dapat belajar online. Tidak ada perangkat atau tidak ada sinyal. Belum lagi beli paket internet, kadang sudah bersyukur hanya bisa makan tiga kali sehari.
Pendidikan menjadi mahal bagi mereka. Saat sekolah masih tutup mereka tidak tahu berapa lama, pada akhirnya beberapa memutuskan untuk membantu orang tua mereka berkebun. Mereka takut bahwa, seiring waktu, anak-anak ini akan berpikir: “Wah, ternyata hari-hari masih bisa berlalu tanpa pergi ke sekolah.”
Belajar mandiri
Sekolah online secara tidak langsung mengharuskan anak untuk belajar mandiri. Siapa yang aktif dialah yang pada akhirnya mendapatkan ilmunya. Bagi anak kecil yang baru mengenal dunia sekolah tentu akan sulit menandinginya.
Bagi mereka, sekolah adalah tempat untuk mencoba hal-hal baru dan
menyenangkan. Berangkat sekolah, memakai seragam, tas dan sepatu baru serta bertemu teman adalah euforia yang awalnya mengantarkan anak-anak ini masuk ke dalam gedung sekolah. Sesampai di sekolah, para guru kemudian perlahan mulai memperkenalkan materi.
Mereka belum cukup dewasa untuk belajar mandiri, seperti sekarang ini. Bayangkan belajar mengenal huruf, membaca, menulis dan berhitung semuanya secara online? Pasti sangat sulit. Peran sekolah juga tidak bisa digantikan oleh layar gadget.
Pengetahuan yang seharusnya diperoleh di sekolah masih dapat diperoleh dengan menggunakan teknologi yang ada. Bahkan menjadi tidak terbatas ketika Anda menganggap bahwa semua pengetahuan mudah diperoleh dengan teknologi saat ini. Namun, ada satu hal lagi yang tidak bisa diajarkan oleh layar gadget.
Hal-hal seperti berurusan dengan teman sebaya, menangani masalah Anda sendiri, dan banyak lagi sulit dicapai dengan metode pembelajaran baru ini. Padahal, hal-hal tersebut secara tidak sadar membentuk karakter anak.
Bukankah kita selalu bermimpi untuk menciptakan sumber daya manusia yang tidak hanya berkualitas ilmiah tetapi juga berkarakter? Pemerintah juga tampaknya prihatin dengan kondisi anak sekolah saat ini. Hal itu terlihat dari ditetapkannya Surat Keputusan Bersama (SKB) oleh 4 menteri tentang penerapan pembelajaran tatap muka (PTM) yang akan diberlakukan pada Juli tahun ajaran baru.
Sesuaikan dengan kondisi
Vaksinasi untuk 5 juta guru dan pendidik sudah dimulai. Beberapa sekolah di Jawa bahkan sudah mengupayakan pembelajaran tatap muka dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat. Meski tidak bisa dipungkiri, selama dilakukan ada juga sekolah yang kembali menunda pelaksanaan proses PTM karena diketahui ada guru atau siswa yang terpapar Covid.
Saat PTM diluncurkan pada Juli, tampaknya prioritas harus diberikan kepada anak-anak di pendidikan dasar seperti sekolah dasar dan taman kanak-kanak. Mengingat mereka sudah cukup kesulitan tahun ini. Sejauh ini, pandemi ini sepertinya belum berakhir. Secara tidak langsung, sistem pendidikan kitalah yang harus beradaptasi dengan kondisi yang ada.
Dilihat dari sisi positifnya, kesempatan ini dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki sistem pendidikan kita, dimulai dari pendidikan dasar. Bukankah kita sudah lama ingin meniru negara lain yang sistem pendidikan dasarnya diarahkan untuk pengembangan pribadi siswanya?
Dalam kondisi yang sangat terbatas hari ini, tidak ada salahnya jika anak-anak pergi ke sekolah, oke?
Baca juga :
nac.co.id
futsalin.id
evitdermaclinic.id
kabarsultengbangkit.id
journal-litbang-rekarta.co.id
jadwalxxi.id
gramatic.id
tementravel.id
cinemags.id
streamingdrama.id
snapcard.id
katakan.id
cpdev.id