Kala Kuasa dalam Genggaman

ilustrator: djoen/mediakalimantan

Penulis: Almin Hatta

Orang yang semula arif bijaksana, begitu mengangkangi kekuasaan bisa menjadi seorang tiran yang tak kenal belas kasihan.

KETIKA penguasa pemerintahan berganti, biasanya posisi jabatan di bawahnya pun ikut mengalami pergeseran. Soalnya, selera orang tak pernah sama, penilaian orang berbeda. Dan jangan lupa, selalu ada kepentingan yang ikut bermain di pusaran kekuasaan.

Maka, saya pun teringat cerita berikut ini. Setelah lama mengembara ke sejumlah benua, suatu hari Alashmu, seorang ulama yang juga ahli bahasa, datang ke istana Raja Harun Alrasyid. Saat itu kebetulan Sang Raja sedang kedatangan banyak tamu orang-orang ternama. Mereka pun terlibat pembicaraan menyangkut segala macam persoalan. Mulai soal kenegaraan sampai masalah rakyat kebanyakan yang taraf kehidupannya tak kunjung merata. Ada yang kaya raya, tapi tak sedikit yang miskin papa.

Raja Harun yang kala itu sudah tua tiba-tiba bertanya kepada Alashmu. “Bagaimana dengan kamu sepeninggalku nanti?” katanya. Ditanya begitu rupa, Alashmu sempat gelagapan. “Entahlah. Mungkin tidak ada lagi tanah bagiku untuk berpijak,” jawabnya, setelah berpikir beberapa saat.

Raja Harun sebenarnya tak mengerti apa maksud Alashmu tersebut. Tapi karena saat itu banyak orang pandai di sekelilingnya, ia pun manggut-manggut sambil tersenyum penuh makna.

Ketika semua tamu lainnya sudah pulang, Raja Harun pun minta penjelasan. “Apa maksud jawaban kamu tadi?” ujarnya.
“Maksudku, jika nanti Yang Mulia meninggal dunia, ingin rasanya aku segera menyusul Paduka,” jawab Alashmu.
“Bagus. Tapi lain kali jika sedang berada di tengah banyak orang, bicaralah yang jelas. Supaya aku paham. Tidak seperti tadi. Kan tidak baik jika raja sampai jadi tertawaan banyak orang lantaran tak mengerti apa yang diomongkan lawan bicaranya,” ujar Raja Harun.

Alashmu kemudian mohon pamit. Ketika melewati gerbang istana, ia menggerutu sendirian. “Tidak seperti biasanya, hari ini raja mengajarkan padaku lebih banyak dari yang aku ajarkan kepadanya. Tapi, anehnya, ia tetap saja tak mengerti apa yang ingin kusampaikan kepadanya,” ujarnya.

Lalu, apa sebenarnya maksud ucapan Alashmu yang penuh makna sebagaimana dikutif MB Rahimsyah AR dalam buku Humor Sufi tersebut? Apa gerangan yang bakal terjadi terhadap ulama miskin ini jika Raja Harun suatu ketika mangkat? “Mungkin tidak ada lagi tanah bagiku untuk berpijak,” katanya.

Apakah orang seperti Alashmu akan digusur atau diusir secara kejam oleh raja berikutnya, sehingga ia merasa akan tak lagi memiliki tanah untuk berumah, tak lagi memiliki tempat untuk tinggal? Bukankah Raja Harun terkenal cukup bijaksana? Lalu bagaimana mungkin Alashmu bisa berpikiran bahwa raja berikutnya sedemikian kejamnya?

Alashmu sebenarnya ingin mengatakan bahwa setiap raja atau penguasa punya kecenderungan untuk bersikap rakus terhadap segalanya. Ketika kekuasaan sudah dalam genggangan, orang yang semula alim pun bisa berubah menjadi arogan dan bahkan bisa lupa daratan.

“Seperti orang lain, saya telah menyaksikan bagaimana orang-orang yang memuliakan agama menghadirkan diri di ruang politik: tak selamanya perilaku mereka terpuji. Tampaknya memang ada jarak antara kabajikan yang privat itu dengan dunia orang ramai. Yang satu tak akan bisa identik dengan yang lain, bahkan yang satu bisa melahirkan negasi terhadap yang lain,” kata budayawan Goenawan Mohamad, suatu ketika.

Kekuasaan memang punya daya ubah yang luar biasa. Orang yang semula hidup sederhana, ketika telah menggenggam kekuasaan bisa berubah menjadi teramat gaya dan bahkan terpuruk menjadi orang yang gila harta. Ia bertingkah kelewat pongah, seakan dunia sudah takluk dalam genggamannya. Orang yang semula selalu arif bijaksana, begitu mengangkangi kekuasaan bisa menjadi seorang tiran yang tak kenal belas kasihan.

Alhasil, menggenggam kekuasaan sama halnya dengan memikul beban atau menerima cobaan yang salah-salah bisa tak tertanggungkan oleh yang bersangkutan. Makanya, kalau tak yakin mampu mengusung kekuasaan yang beratnya tak terkira, lebih baik menjadi orang biasa saja.***

Advertisement

No comments.

Leave a Reply