Gubernur Didesak Cabut IUP Non CnC
Selama ini izin usaha pertambangan (IUP) yang belum Clean and Clear (CnC) di Provinsi Kalimantan Tengah masih menjadi permasalahan serius. Persoalan ini sudah mengemuka sejak pertengahan 2016, bahkan awal 2015 lalu.
Wartawan: Tiva/MK
HINGGA kini, masih banyak IUP non CnC belum dicabut. Padahal IUP non CnC merugikan negara. “Tahun lalu saja setidaknya ada sekitar 400-an unit IUP yang non CnC dari 900-an yang ada. Keberadaan IUP Non CnC ini membebani maslah penataan ruang dan pengelolaan sumberdaya alam menuju keberlanjutan yang ramah lingkungan,”kata Direktur Save Our Borneo (SOB) Kalimantan Tengah, Nordin kepada wartawn, di Palangkaraya, Senin (9/1).
Untuk itu, SOB mendesak Gubernur Kalimantan Tengah, segera mengambil tindakan tegas atas status IUP yang berstatus Non-CnC di Bumi Tambun Bungai, dengan mencabut izin-izin yang non-CnC dan mengembalikan status lahannya. Hal ini sesuai dengan kebijakan peruntukan tata ruang wilayah yang telah ditetapkan. Terlebih lagi, jika izin IUP Non CnC tersebut berada dalam kawasan hutan.
Menurut Nordin, Kementerian ESDM telah memberikan batas waktu evaluasi izin usaha pertambangan mineral dan batubara (IUP Minerba) oleh pemerintah provinsi yang telah berakhir pada 2 Januari 2017 lalu.
Ia menegaskan apabila melampaui batas waktu itu, maka berdasarkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) nomor 43/2015 tentang Tata Cara Evaluasi Penerbitan IUP Minerba, IUP yang berstatus non-Clean and Clear (Non-CnC) harus dicabut atau diakhiri.
Masih menurut dia, polemik dari penertiban IUP non-CnC ini harus segera diakhiri, tidak boleh lagi berlarut-larut, terlebih lagi telah ada keterlibatan KPK dalam monitoring dan supervisi dari proses rekonsiliasi dan evaluasi IUP ini sejak tiga tahun lalu.
“Kami sangat khawatir, apabila gubernur tidak melakukan pencabutan terhadap IUP non-CnC, maka Kementerian ESDM yang menggunakan kewenangannya untuk melakukan pencabutan,,”ujarnya.
Pasalnya, beber Nordin, jika sampai Kementerian ESDM yang bertindak, hal ini sangat memprihatinkan karena bisa saja dianggap pemerintah provinsi tidak berkutik terhadap IUP non-CnC tersebut. Padahal itu telah diatur dalam pasal 152 Undang-Undang Nomor 4/2009 tentang Pertambangan Minerba (UU Minerba).
Di sisi lain, apabila kepala daerah telah melakukan pencabutan IUP non-CnC, harus transparan dan terbuka kepada publik, mana IUP yang dicabut dan mana yang telah berstatus CnC. Transparansi dilakukan agar masyarakat dapat memantau apakah izin-izin pertambangan tersebut melanggar hak-hak masyarakat atau tidak.
Di bagian lain, pencabutan IUP non CnC tidak boleh menghilangkan kewajiban perusahaan yang belum dilaksanakan. Pemerintah harus tetap menagih baik kewajiban keuangan maupun lingkungan perusahaan yang belum diselesaikan seperti pajak, PNBP maupun pelaksanaan reklamasi dan pasca tambang, kendati IUP-nya sudah dicabut.
Nordin merujuk sebagai catatan, temuan koordinasi dan suversisi mineral dan batubara KPK menyebutkan sebanyak 6,3 juta hektar tambang masuk ke dalam kawasan hutan konservasi dan hutan lindung.
Selain itu, kata dia lagi, masih terdapat piutang PNBP sebesar Rp 26,2 triliun dimana Rp 21,8 triliun berupa DHPB atau royalti dari 5 perusahaan PKP2B generasi I dan sisanya Rp 4,3 triliun dari PKP2B, KK dan IUP. Temuan lain, sebanyak 75 persen IUP tak membayar jaminan reklamasi dan pasca tambang.
“Pemerintah harus memastikan penyelesaian kewajiban perusahaan-perusahaan tambang tersebut secara transparan karena menyangkut kerugian negara dan kerugian lingkungan hidup,” tuturnya.()