contoh teologi

Kesucian Sejarah Umat Beragama

Pada dasarnya agama berasal dari manusia yang mengalami pertemuan dengan sesuatu yang supranatural. Pertemuan ini, yang dalam istilah dikenal dengan pengalaman religius, terungkap dalam berbagai bentuk pengungkapan. Joachim Wach membagi pengungkapan pengalaman religius/keagamaan dalam tiga bentuk: (1) tindakan (action), (2) pemikiran (thought) dan (3) jama`ah (fellowship).[6]

Selanjutnya dikatakannya bahwa ungkapan teoritis yang paling awal

dari pengalaman religius terdapat dalam mitos. Mitos, setelah melalui rehabilitasi yang dilakukan oleh para peneliti dari berbagai bidang pengetahuan kemanusiaan, diketahui tidak hanya berisi omong kosong, melainkan menunjuk kepada suatu realitas. Mitos berusaha untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan mendasar seperti: Mengapa kita hidup di dunia ini? Dari mana kita berasal? Mengapa kita berbuat dengan cara tertentu? Mengapa kita mati?[7]
Pengungkapan kedua terdapat dalam doktrin. Doktrin mempunyai tiga fungsi yang berbeda: (1) pelukisan dan perumusan keimanan, (2) pengaturan kehidupan secara normatif dalam peribadatan dan pelayanan, dan (3) pembelaan keimanan dan pendefinisian hubungan iman dengan pengetahuan lain. Dengan demikian doktrin mengikat dan berarti hanya bagi jemaat, tidak bagi yang di luarnya.[8]
Pengungkapan yang ketiga terdapat dalam dogma. Kalau doktrin masih membuka kemungkinan untuk berbagi varian atau pilihan, dalam dogma keputusan sudah dilakukan dari antara pilihan yang tersedia.
Selain itu pengungkapan dapat berwujud pernyataan lisan atau tertulis. Kata-kata suci, cerita-cerita kudus, nyanyian-nyanyian suci dan doa-doa menandai tahap perkembangan pengungkapan teoritis terhadap pengalaman religius.[9]
Dalam agama-agama yang disandarkan kepada Ibrahim (Abrahamic religions) pengalaman keagamaan itu, walaupun mengandung kemungkinan untuk penjelajahan bebas yang sangat luas, tertuntun oleh adanya teks-teks suci Bibel, Taurat dan al-Qur’an. Masing-masing bagi pemeluknya merupakan rujukan yang selalu menarik kembali penjelajahan yang kadang-kadang menjadi terlalu jauh. Teks-teks ini, selain itu, tidak henti-hentinya memberikan inspirasi dan karena kedudukannya yang sangat terhormat dalam singgasana sanubari para pemeluk agama masing-masing, tidak jarang juga dipakai untuk mempengaruhi emosi umat agar dapat digerakkan ke arah tertentu.
Dalam perjalanan sejarah pemikiran keagamaan dalam Islam apa yang disebut ajaran Islam tidak lain adalah hasil dari interpretasi kaum muslimin terhadap teks suci yang terkumpul dalam suatu buku yang disebut Al-Qur’an atau Firman Allah. Karena sumber ajaran itu suci¾lebih tepatnya disucikan atau dianggap suci¾, ajaran yang sebenarnya merupakan hasil karya manusia itu tidak jarang dianggap suci dan sejarah umatnya pun tidak jarang dianggap sebagai sejarah umat pilihan yang mendapat bimbingan dari Tuhan.


Sumber: https://www.gurupendidikan.co.id/jasa-penulis-artikel/