Faedah dan Cara Makkiyyah dan Madaniyyah
Faedah Mengetahui Makkiyyah dan Madaniyyah
Pengetahuan tentang Makkiyyah dan Madaniyyah banyak faedahnya diantaranya:
1. Untuk dijadikan alat bantu dalam menafsirkan Qur’an.
2. Pemilahan antara nasikh dan mansukh bila diantara dua ayat ada makna yang kontradiktif, yang datang kemudian tentu merupakan nasikh atas yang terdahulu.
3. Meresapi gaya bahasa Qur’an dan memanfaatkannya dalam metode berdakwah menuju jalan Allah.
4. Mengetahui sejarah hidup nabi melalui ayat-ayat Qur’an, sebab turunnya wahyu kepada Rasulullahsejalan dengan sejarah dakwah dengan segala peristiwanya, baik pada periode Makkah maupun periode Madinah, sejak permulaan turunnya wahyu hingga ayat terakhir yang diturunkan.[5]
5. Mendidik dan mengarahkan para da’I ke jalan Allah agar mengikuti jalur Al Qur’an dalam berbicara dan tema pembicaraannya yang sesuai dengan orang yang akan disampaikan kepadanya dakwah Islam dan juga mngetahui tahapan-tahapan dakwah.
6. Balaghah Al Qur’an semakin nampak karena susunan bahasa yang dipakai sesuai dengan kenyataan kepribadian lawan bicaranya.
7. Pembentukan hukum Al Qur’an ditempatkan pada proporsi yang tepat secara berjenjang tergantung kesiapan ummat.[6]
8. Mengetahui ayat yang turun lebih dahulu.
9. Mengetahui tarikh tasyri’.
10. Mengetahui hikmah tasyri’.
11. Mengetahui uslub Al-Qur’an.
Cara-Cara Mengetahui Makkiyyah dan Madaniyyah
Dalam menetapkan mana ayat-ayat Al-Qur’an yang termasuk kategori Makkiyyah dan Madaniyyah, para sarjana muslim berpegang teguh pada dua perangkat pendekatan, yaitu:
1. Pendekatan Transmisi (Periwayatan)
Dengan perangkat pendekatan transmisi, para sarjana muslim merujuk pada riwayat-riwayat valid yang berasal dari para sahabat, yaitu orang-orang yang besar kemungkinan menyaksikan turunnya wahyu, atau para generasi tabi’in yang saling berjumpa dan mendengar langsung dari para sahabat tentang aspek-aspek yang berkaitan dengan proses kewahyuan Al-Qur’an, termasuk di dalamnya adalah informasi kronologis Al-Qur’an. Dalam kitab Al-Intishar, Abu Bakar bin Al-Baqilani lebih lanjut menjelaskan: “Pengetahuan tentang Makkiyyah dan Madaniyyah hanya bisa dilacak pada otoritas sahabat dan tabi’in saja. Informasi itu tidak ada yang datang dari Rasulullah SAW karena memang ilmunya tentang itu bukan merupakan kewajiban umat”.
2. Pendekatan Analogi (Qiyas)
Ketika melakukan kategorisasi Makkiyyah dan Madaniyya, para sarjana muslim penganut pendekatan analogi bertolak dari ciri-ciri spesifik dari kedua klasifikasi itu. Dengan demikian, bila dalam surat Makkiyyah terdapat sebuah ayat-ayat yang memiliki ciri-ciri khusus Madaniyyah, maka ayat ini termasuk kategori ayat Madaniyyah. Tentu saja, para ulama telah menetapkan tema-tema sentral yang ditetapkan pula sebagai ciri-ciri khusus bagi kedua klasifikasi itu. Misalnya mereka menetapkan tema kisah para Nabi dan umat-umat terdahulu sebagai ciri khusus dari Makkiyyah; tema faraidl dan ketentuan had sebagai ciri khusus Madaniyyah.
Sumber: wfdesigngroup