Riwayat Hidup Syekh Abdul Qadir Jailani
Dalam lembaran sejarah Islam beberapa tokoh besar yang menerima julukan sebagai status mujaddid. Jika mujaddid di masa ke 11 masehi yaitu Imam Al-gazali yang dujuki sebagai hujjatul Islam alasannya yaitu berhasil menggabungkan atara syariat dengan tarekat secara teoritis. Dan pada masa ke 12 M/6H juga sudah diduduki oleh seorang ulama besar yang berhasil memadukan antara syariat dan sufisme secara ptaktis dan menerima julukan “Quthubul auliya’ serta ghautsul a’dzam” orang suci terbesar dalam islam dan dialah Syekh Abdul Qadir Al-Jalani. Jika nama Al-gazali dikenal dalam studinya tentang tasawwuf, maka Syekh Abdul Qadir Al-Jalani lebih menjurus kepada pedoman amaliah, sehingga namanya terkenal sebagai ulama wushuliyya.
Biografi Syekh Abdul Qadir Al-Jalani
Nana lengkap dari Syekh Abdul Qadir Al-Jalani yaitu Sayyid Muhyidin Abu Muhammad Abdul Qadir ibn Abi Shalih Musa Zangi Dausat al-Jailani. Dilahirkan di Desa Naif Kurdistan Selatan sebelah timu maritim kota Baghdad Iran.
Syekh Abdul Qadir Al-Jalani dilahirkan pada waktu fajar hari senin 1 Ramadhan 470 H, bertepatan pada tahun 1077 M. Syekh Abdul Qadir Al-Jalani wafat pada hari sabtu 11 Rabiuts-tsani 561 H/1166 M. Dia dikenal sebagai munakib tokoh sufi yang dikenal dengan penuh fiksi tanpa mendasarkan pada sejarah. Sehingga banyak ulama menyampaikan bahwa Syekh Abdul Qadir Al-Jalani ialah seorang mujtahid masa ke 14.
Syekh Abdul Qadir Al-Jalani, lahir sudah dalam keadaan yatim, karna ayahnya wafat pada ketika dia masih berusia 6 bulan dalam kandungan ibunya ditangah keluarga yang hidup sederhana. Nama ayahnya berjulukan al-Imam Sayyid Abi Shalih Musa Zangi Dausat. Dia yaitu seorang ulama fuqaha ternama pada mazhab Hambali dan garis silsilah keluarganya berujung pada Hasan bin Abi Thalib menantu Rasulullah SAW.
Sedangkan ibunya berjulukan Ummul Khair Fatimah, putri Sayyid Abdullah Sauma’i dan dia seorang sufi terkemuka waktu itu. Dan silsilah keluarga dari Syekh Abdul Qadir Al-Jailani yaitu hingga pada Hasan Bin Ali bin Abi Thalib. Jika silsilah ini diteruskan, akan hingga Kepada nabi Ibrahimmelalui Kakek Nabi SAW, Abdul Muthalib. Ia termasuk keturunan Rasulullah Dari jalur Siti Fatimah binti Muhammad SAW. Karena itu, ia didiberi gelar pula dengan nama Sayyid.
keistimewaan Syekh Abdul Qadir al-Jailani sudah tampak ketika dilahirkan. Konon, Ketika mengandung, ibunya sudah berusia 60 tahun. Sebuag usia yang sangat rawan untuk melahirkan. Bahkan, ketika dilahirkan yang bertepatan dengan bulan Ramadhan, Syekh Abdul Qadir al-Jailani tidak mau menyusu semenjak terbit fajar hingga magrib.
Namun,kebesara Syekh Abdukl Qadir al-Jailani bukan semata-mata alasannya yaitu faktor nasab dan keramahnya. Ia termasuk cowok yang cerdas, pendiam, berbudi pekerti luhur, jujur dan berbakti kepada orang tua. Selain itu, kemasyhuran namanya alasannya yaitu kepandaiannya dalam menguasai banyak sekali ilmu pengetahuan, terutama dalam bidang agama. Ia menguasai ilmu fikih dan ushul fikih. Kendati menguasai Mazhab Hanafi, ia pernah menjadi mufti Mashab Syafi’i di Baghdad.
Disamping itu, ia juga dikenal sebagai alim dan wara. Hal ini diberikatan dengan pedoman sufi yang diajarinya. Ia suka tirakat, melaksanakan riyadhah dan mujahadah melawan hawa nafsu. Selain penguasaannya dalam bidang ilmu fikih, Syekh Abdul Qadir al-Jailani juga dikenal sebagai peletak dasar pedoman tarekat Qadiriyah. Al-jailani dikenal juga sebagai orang yang memediberikan spirit keagamaan bagi banyak umat. Karena itu, banyak ulama yang menjuluki ‘Muhyidin’ (penghidup agama) di depan namanya. Dari perjalanan hidup Syekh Abdul Qadir Al-Jailani ada beberapa hal yang perlu kita ambil pelajaran dari ia antara lain : sifat kejujurannya, pengamalan zikir dan wirid dan karya-karyanya.
Sifat jujur Syekh Abdul Qadir Al-Jailani
Dalam sebuah dongeng diceritakan bahwa ketika berangkat ke Bagdad Syekh Abdul Qadir Al-Jailani guna untuk menuntut ilmu, khafilah yang membawanya dihadang oleh sekelompok prampok, ketika dimintai oleh para perampok itu, dengan jujur ia menyampaikan bahwa uang emas yang disimpan dikantong bajunya, ketulusan dan kejujurannya membuat para perampok itu kaget, alasannya yaitu jarang orang yang mau dirampok menyampaikan yang gotong royong sehingga singkat dongeng para perampok itu tidak jadi merampoknya dan dia mau menjadi anakdidik dari Syekh Abdul Qadir Al-Jailani.
Setibanya di bagdad, al-jalani tidak lansung memasuki gerbang kota, namun menentukan tinggal di gurung pasir diluar kota bagdad pada sebuah kastil (runtuhan istana raja2 kuno Persia) di tempat Karkh untuk melaksanakan khalwat. Namun beberapa riwayat hal ini dilakukan atas petunjuk Nabi atau guru spritual, Nabi Khidir. Selama masa khalwatnya, ia selalu dikunjungi oleh Nabi khidir utnuk mempersembahkan pendidikan dan bimbingan. Sesudah beberapa tahun, gres Al-Jalani memasuki kota Bagdad untuk menuntut ilmu.
Di Bagdad ia berniat masuk di sekolah tinggi Nizhamiyyah yang waktu itu merukan sekolah tinggi tinggi prestisius. Namun, dia ditolak oleh Ahmad al-Ghazali yang menggantikan posisi Abu Hamid al-Ghazali-karena perbedaan mazhab yang dianut. Maka, dia mengikuti semacam kursusfikih Mazhab Hambali di Madrasah Babul ‘Aji yang dipimpin oleh Abu Sa’id al-Mukhrrimi.
Penolakan Ahmad al-Ghazali terhadap Al-Jailani untuk menuntut ilmu di sekolah tinggi Nizhamiyah membawa pesan tersirat baginya. Sebab, hal ini makin menciptakannya banyak bertafakur dan berkhalwat. Ia berhasil mengombinasikan antara hukum-hukum legal adil keagamaan (dalam hal ini fikih) dan kondisi kegembiraan jiwa langsung luar biasa, yakni aspek spritual-tasawuf yang ialah pengalaman keagamaan subjektif (combines religion of the law with ecstatic individualism).
Imam al-Ghazali, sehabis mengalami transformasi spritualnya, mencoba melaraskan pedoman dan spritualisme Islam. Tetapi, alasannya yaitu ia lebih sebagai seorang ilmuwan daripada pemikir kerohanian, ia terbatas pada pedoman dan aturan, bukan penerapan spritualisme, Maka, Julian Baldick (MysticalIslam: An Introduction to Sufism, London, 2000) menyebut, al-Jailani sebagai seorang sufi yang selalu menghindari teoretisasi yang absurd sebagaimana terdapat dalam karya-karya al-Ghazali dan penulis sufi lainnya. sya/berbagai sumber
Amalan zikir dan Wirid Syekh Abdul Qadir Al-Jailani
Baca Juga: Ayat Kursi
Syekh Abdul Qadir Al-Jailani, dikenal sebagai pelaku sufi yang ikhlas, ia juga rutin mengamalkan zikir dan wirid. Hal itu dilakukan semenjak masi muda baik disiang hari maupun dimalam hari dan sholat sholat sunatnya tidak pernah terputus terutama sholat sunat tahajjud. Sedangkan zikir kesehariannya antara lain membaca Al-Qur’an paling kurang 200 ayat, surah Al-Ikhlas 100 kali,Sholawat 100 kali dan Istigfar 100 kali. Dan kalau masih ada waktu yang tersisa dia pergunakan membaca Al-Qur’an dan menela’ah isi kandungannya dengan banyak sekali ilmu keislaman. Tentu saja tiruanaitu di luar kesibukannya sebagai seorag wiraswastawan (pedagang kain sutra) sukses di Beghdad,”ujarnya.
Solikhin menambahkan, seiring dengan semakin menyebarnya pedoman tasawuf yang dikembangkannya, lambat laun pencitraan terhadap dirinya spesialuntuk terbatas pada potret kesufiannya. Padahal, antara konsep teologi, fikih-ushul fikih, dan tasawuf menjadi seimbang pada pribadi, intelektualitas, atau referensi akdemis.
Sementara itu, J Spencer Trimingham (The Sulfi Orders in Islam, New York, 1971) mencatat, salah satu kesuksesan besar atas reputasi syekh yaitu mengakibatkan masyarakat biasa mempunyai tanggung balasan untuk berpartisipasi dalam wawasan, pengetahuan, dan pengalaman-pengalaman kesufian. Sebuah prestasi yang jarang sanggup dilakukan oleh imam-imam sufi sepanjang zaman.